Kota memiliki daya tarik yang mampu menyedot orang untuk berlomban –
lomba mendatanginya. Sebagai pusat perdagangan, perindustrian, jasa,
hiburan, pemerintahan dan pendidikan menjadikan beban kota semakin
berat. Permasalahan lingkungan hiduppun di kota sangat spesifik dan
begitu kompleks. Permasalahan tidak hanya terbatas pada kondisi
sosialnya, namun juga pada komponen lingkungan lainnya. Permasalahan
yang ada mulai dari infrastruktur, ketersedian air bersih, sanitasi,
polusi, kemacetan lalu lintas, sampai kepada berkurangnya ruang terbuka
hijau.
Keterbatasan lahan dan peningkatan jumlah penduduk setiap
tahun menyebabkan kota menjadi padat. Akhirnya, kedua faktor tersebut
dapat menimbulkan kekumuhan kota. Aktivitas kota akan mempengaruhi
kualitas lingkungan perkotaan. Kota dengan kegiatan industri,
perdagangan, dan jasa yang intensif akan menimbulkan permasalahan
lingkungan. Kompetisi penggunaan lahan yang terjadi antara guna lahan
dengan fungsi ekonomis, seperti perdagangan dan jasa, industri serta
pemukiman, mendesak keberadaan ruang terbuka bervegetasi.
Pada
kenyataannya pertambahan penduduk berakibat pada peningkatan jumlah
sarana untuk memenuhi dan memudahkan kegiatan sehari-hari. Sarana yang
semakin bertambah adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor sangat
dibutuhkan sebagai kendaraan yang dapat mempersingkat waktu.. Menurut
Ir. Haryadi S. Triwibowo , Kabid Pengawasan dan Penaatan Hukum Badan
Lingkungan Hidup Kota Pontianak (dimuat di salah satu harian lokal
Pontianak tangal 23 Oktober 2009 ) , berdasarkan hasil pengujian emisi
sumber bergerak kendaraan bermotor yang telah dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup Kota Pontianak empat tahun terakhir ini didapat 65 %
dari 600 kendaraan bermotor yang diuji berada diatas ambang batas gas
emisi yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Dari 65 % itu,
sebagian besar merupakan angkutan umun. Menurut Beliau, pertumbuhan
kendaraan bermotor di kota Pontianak mencapai 17 % setiap tahunnya dan
saat ini jumlah kendaraan bermotor telah mencapai 450 ribu unit. Semakin
besar pertumbuhan kendaraan berarti semakin banyak gas emisi
buangannya. Sehingga perlu pemakaian kendaraan secara efektif.
Daerah perkotaan dengan jumlah penduduk yang padat menyebabkan
berkurangnya lahan untuk vegetasi. Lahan bervegetasi diganti dengan
permukiman, gedung-gedung, dan industri untuk memenuhi kebutuhan
penduduk kota. Ruang terbuka hijau yang sempit menyebabkan radiasi panas
dari sinar matahari tidak dipantulkan, namun langsung diserap oleh
gedung-gedung, dinding, dan atap. Sarana dan prasarana seperti fasilitas
gedung, jalan, pertokoan, permukiman, pabrik menyebabkan berkurangnya
jumlah ruang vegetasi di kota. Sarana transportasi yang semakin
meningkat menyebabkan naiknya kuantitas gas CO2. Sedikit ruang vegetasi
yang ada menyebabkan berkurangnya penyerapan CO2, akibatnya terjadi
ketidakseimbangan komposisi udara. Hal ini mengakibatkan suhu permukaan
meningkat 10 s.d. 20oC dari suhu udara ambient (Heidt dan Neef 2006).
Besarnya
jumlah penduduk, banyaknya bangunan-bangunan, jumah kendaraan bermotor
yang tidak seimbang dengan panjang ruas jalan yang tersedia sebagai
penyebab kemacetan jalan, dan kebisingan menyebabkan Kota terasa semakin
sesak dan tidak nyaman. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari, suatu hal
yang sangat diperhatikan adalah faktor kenyamanan dalam melakukan suatu
kegiatan, apalagi jika berhubungan dengan kegiatan kesenangan atau
bermain maka faktor kenyamanan merupakan prioritas yang sangat penting.
Sebagian besar kota di Indonesia saat ini dirasakan tidak nyaman, penuh
kebisingan, panas dan berdebu di waktu siang hari, polusi udara, banjir
jika musim penghujan. Salah satu penyebabnya adalah hilangnya salah
satu daya dukung lingkungan.
Peningkatan suhu udara di perkotaan
terjadi akibat meluasnya areal terbangun tanpa mempertimbangkan daya
dukung lingkungan.. Kota akan menyimpan dan melepaskan panas di siang
hari dan malam hari. Pada malam hari kota menjadi lebih panas dibanding
daerah sekitarnya dan terjadi efek pulau bahang atau urban heat island.
Jalur
hijau vegetasi berguna untuk mengurangi efek pulau bahang. Tumbuhan dan
air akan mengurangi panas melalui evapotranspirasi yang dilakukan.
Penambahan luas permukaan untuk vegetasi dapat menurunkan suhu maksium
udara.
Manfaat dari segi ini dapat langsung dirasakan. Manfaat
yang dapat langsung dirasakan adalah menciptakan iklim mikro di dalam
perkotaan. Rumput-rumputan walaupun tergolong tanaman bawah, namun
memiliki peranan untuk merubah komposisi CO2 udara sekitar, presipitasi,
dan suhu sekitar dalam kisaran kecil (Dukes et al. 2005).
Udara
alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh
kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota,
partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat
dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan
adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan
menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan
terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan
yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke
dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit
pohon, cabang dan ranting.
Daun yang berbulu dan berlekuk seperti
halnya daun Bunga Matahari dan Kersen mempunyai kemampuan yang tinggi
dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang
halus. Manfaat dari adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara
yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada
kondisi tanpa tajuk dari hutan kota (Dahlan dan Endes 1992).
Penghijauan
atau hutan kota dapat mengurangi efek pulau bahang. Vegetasi mengurangi
efek ini melalui penyerapan sumber-sumber pencemar. Penelitian di
Toronto tahun 2005 membuktikan bahwa vegetasi dapat mengurangi
sumber-sumber pencemar NO2, S02, CO, PM10 and ozon. Rumput di atap dapat
menyerap CO 0,14 - 0,35 Mg, menyerap NO2 0,65 - 1,60 Mg, menyerap ozon
1,27 - 3,1 Mg, menyerap PM10 0,88 - 2,17 Mg, menyerap SO2 0,25 - 0,61
Mg. Pohon mampu menyerap CO 0,06 - 0,57 Mg, NO2 0,62 - 3,74 Mg, ozon
1,09 - 7,4 Mg, PM10 1,37 - 5,57 Mg, dan SO2 0,23 - 1,37 Mg (Currie dan
Bass 2005). Ruang terbuka hijau berupa hutan kota mampu mereduksi
kebisingan, tergantung dari jenis spesies, tinggi tanaman, kerapatan dan
jarak tumbuh, dan faktor iklim yaitu suhu, kecepatan angin, dan
kelembaban.
Keuntungan sosial dari penghijauan dapat dirasakan
oleh individual, atau seluruh penduduk. Pemandangan ruang hijau dapat
meningkatkan produktivitas kerja, mengurangi stress, dapat mempercepat
penyembuhan. Keuntungan ruang hijau juga dirasakan oleh organisasi.
Pekerja yang di ruangan sekitanya terdapat pemandangan hijau vegetasi
memiliki produktivitas kerja yang lebih tinggi, dan supervisor
menyatakan bahwa pekerjanya lebih produktif. Sebagian besar keuntungan
penghijauan/lingkungan hijau terukur pada tingkat individu. Pemandangan
vegetasi dan air telah dibuktikan mengurangi stres, meningkatkan
penyembuhan, dan mengurangi penderita frustasi dan agresi. Pemandangan
ruang hijau di rumah juga terkait dengan rasa kasih sayang yang tinggi
dan kepuasan tetangga.
Kaitan segala aspek penghijauan di atas
terhadap kehidupan masyarakat menjadikan masyarakat kota berwawasan
ekologi. Tujuan dari masyarakat kota berwawasan ekologis adalah
menyampaikan permasalahan lingkungan perkotaan yang tanpa dirasa
cenderung memburuk, menjadikan kota tempat yang aman dan nyaman untuk
bekerja, hidup, dan membesarkan anak tanpa merusak kemampuan generasi
depan untuk berbuat hal yang sama. Tujuan masyarakat berwawasan ekologi
terletak pada umat manusia yang hidup berdampingan dengan siklus alam
pada prioritas kepedulian lingkungan dalam penyelenggarakan perkotaan
(Inoguchi et.al. 2003).
Kesimpulan
Permasalahan yang selalu
ada di kota adalah pertambahan penduduk setiap tahun. Pertambahan ini
menyebabkan peningkatan sarana penunjang berupa kendaraan bermotor dan
gedung/bangunan. Sarana ini menyebabkan masalah pada kondisi fisik kota.
Masalah yang muncul adalah terciptanya efek pulau bahang, udara kota
yang tidak sehat, kebisingan, dan ketidaknyamanan hidup di kota.
Penghijauan mampu mengembalikan iklim mikro kota sehingga menghilangkan
efek pulau bahang. Vegetasi juga mampu menyerap debu dan polutan yang
dihasilkan kendaraan bermotor. Manfaat lain adalah vegetasi mampu
meredam kebisingan dan meningkatkan kenyamanan hidup di kota. Maka
tunggu apa lagi Ayo hijaukan kota kita ! Hijau Kotaku……Sehat Wargaku.
( Penulis merupakan Staf Badan Lingkungan Hidup Kota Pontianak
).
Angga Prasetia
X-2